Rabu, 16 April 2014

Mungkin ini Puisi

Draft

Lihat cara kalian mengikat seseorang atas dasar kasih sayang. Saya tahu, tidak mudah, bahkan mutlak, untuk tetap berpegang kepada sebuah prinsip bersama yang harus disetujui ; Yaitu nama baik, keyakinan dan kehormatan. Apapun caranya, harus!
Tetapi aneh.
mengatur, mengikat lalu mengancam. Itu yang saya dengar dari aduan seseorang yang tidak tahu lagi harus mengadu kemana.
Cara kalian mengatur seperti mempersilahkan kami untuk melanggar. Cara kalian mengikat, seperti membuat kami terpaksa untuk berontak. Dan cara kalian mengancam malah terasa seperti tidak ada jalan lain untuk kami selain melawan.

Tidak pernah terlintas sedikitpun di dalam pikiran kami untuk menentang wewenang, jika perasaan kami tidak terus menerus dipojok-pojokan.
Sekarang jangan bahas “kami”. Tapi bahas “dia” : Si polos yang harus selalu melintasi pagar rumah sebelum jam 7 malam.
Jika kalian ingin kita berpisah, tetapi rasa curiga itu terus menumpuk hingga kalian mengikat kakinya dengan tali yang mudah menggores kulitnya, apa bedanya?
Sama saja kalian sedang membentuk pribadi yang kalian sayangi itu, menjadi pribadi yang mudah lepas kendali. Dengan atau tanpa sayapun, dampaknya sama.

Sekarang dia harus menangis sendirian di dalam kamar, mendengar bentak amarah yang hingar bingar mengalir dari dekat pintunya. Itu sama dengan tekanan psikologis yang harus terus menerus dia tahan sampai akhirnya meledak dan mengguncang kesabarannya.

Tanpa mengurangi rasa hormat.
Saya tidak menantang sedikitpun. Mungkin saya bukan pria baik-baik, persis seperti apa yang sudah didengar atau diperkirakan. Tetapi serius, tidak sedikitpun ada niat dari saya untuk menjadikannya sama seperti saya. Apapun bentuknya. Saya dan dia berbeda dan kita berdua mengerti itu. Jika memang kita harus berpisah, izinkan kita dipisahkan oleh kedewasaan. Saya hanya tidak mau terus menerus dituduh rasa bersalah, melepas orang semudah membalik telapak tangan, orang yang mempertahankan saya di tengah pertentangan.
Ini terdengar menggelikan, di masa muda yang riang, kita masih berpetak umpat sampai sekarang.
 
 
  Tawa Jadi Tempat Sembunyi

Aku tersenyum. Itu caraku menghias luka. Aku tertawa. Itu caraku untuk sembunyi. Aku jadi seringkali berhasil membuat orang tertawa di atas kesedihanku, sebab kesenanganku dulu sudah banyak membuatnya sedih. Bila aku semakin lucu, itu karena ia semakin jauh. Mungkin ini karena banyak yang membenci aku saat dulu ia di dekat aku. Setiap hari aku harus mencicip bayang-bayang yang pahit, setiap hari aku harus mengenyangkan kepalaku dengan itu. Kekonyolanku adalah hal yang paling menyentuh, aku akan menunggu semua orang dapat memeluk aku yang tidak henti-hentinya bertingkah kocak, sampai saat aku tertawa sendiri, mereka amat terpukul. Sementara saat-saat ini, tawa mereka hanyalah buah demi buah yang tumbuh dari caraku melarikan kepedihan. Bila ini melemahkanku, mengapa tidak melelahkanku?



Lengkapnya Sepi

Lama tidak dengar kabarmu, bagaimanakah kamu sekarang? Semoga kamu dijaganya baik, jangan sampai percuma melepas aku. Jauh dariku bukan berarti tanpa tertawa. Meski ia tidak selucu aku, janganlah jatuh air matamu. Meninggalkan aku sendiri di sini kan seharusnya bukan pilihan untuk bersedih sepanjang hidup. Semangatlah untuk membuat dirimu mencintainya!
Memang sesekali aku coba mencinta dengan mencium, mendobrak pintu hatiku dengan kecupan. Namun apa mau dikata, malah luka perasaan orang. Apa cinta yang meledak-ledak menghancurkan hati sendiri? Sebab setiap bunyi hantaman keras, kudengarnya bagai namamu.
Beberapa menyukaiku dengan lembutnya, hanya tak sedalam kamu mengenal aku. Kamu lebih dari masa lalu, seperti pahlawan yang tidak mungkin hanya karena ada luka kecil, dapat terlupakan perjuangannya. Jika ada sejuta mulut yang menyoraki aku berengsek, aku percaya kamu tetap memiliki suara sendiri. Itulah! Sesekali memang aku suka berkata bodoh, membencimu karena jauh. Sebab menyakitkan, kamu hadir untuk kuingat, seperti datang untuk berpamit. Terkadang ini yang membuatku berharap cemas, di mana kiranya keseluruhanku dapat rubuh, sehingga dari atas panggung aku terjatuh, kemudian mendarat di pangkuanmu. Sekarang setelah semuanya ingin kumulai sendiri, tiap kepingku telah menjelma menjadi nyawa dan memberi hidup bagi tiap kata yang melengkapkan sepi setiap orang.




Untuk Kita Yang Percaya Bahwa Cinta Adalah Ada

Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada, bahwa memaafkan tidak seberat memikul dendam. Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada, bahwa kita juga percaya bahwa ada rasa saling menghormati kepercayaan di dalam cinta. Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada, senyum dalam derita adalah kekuatan yang menguatkan. Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada dan untuk Tuhan yang membuat cinta menjadi ada, mari kita bersulang di dalam doa! Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada, terkadang kita menyalahgunakan keberadaannya. Untuk kita yang percaya bahwa cinta adalah ada sedari awal kita memulai, kita hanya perlu saling meyakinkannya di tiap hari.


Tak pernah kulihat indah sehina ini. Tak pernah. Lututku patut bertelut dengan getar geletar yang paling tulus untuk mengakuinya. Aku memohon ampun, aku tahu aku salah, aku amat merasakan kesalahanku, sebab karena mencintaimu, aku menakut-nakuti diriku sendiri. Pernah aku mencoba dengan susah payah di hadapan benda-benda mati untuk sedikit saja memberi senyum kepada hari yang tanpa kau. Tetapi apa? Aku gagal. Aku bukan manusia yang tanpa cela, sekalipun aku berdiri di antara putik-putik pujian yang beterbangan. Aku manusia yang membutuhkan maaf. Kehadiranmu masih sangat membangkitkan aku yang tertelungkup di bawah jendela waktu, agar aku dapat berdiri dan lekas menghirup nikmatnya makna di dalam nafas. Kaulah pemaaf yang paling aku cintai. Kau! Oleh karena ada kau aku berkata kepada Tuhan; "Lindungilah ia yang bersujud dengan menabur air matanya saat meminta aku kepada-Mu, ya, Tuhanku."




Tulisanmu Di Hidupku

Kau menulis di dalam barunya hidupku
Kau hantarkan huruf-huruf yang sesungguhnya tak kukenali, aksara yang siapa tahu indah
Namun hati siapa yang dapat menerjemahkannya?
Hatiku?

Ribuan lembar cerita yang hanya mampu kupandangi dengan menganga
Mimik polos yang begitu saja terlempar
menyorot kata demi kata
Entah kata-kata itu berbaris atau menumpuk begitu saja
Entah kata-kata itu dirangkai atau porak poranda
Tetapi mungkin kata-kata itu dipenuhi warna, seperti sekumpulan kelopak bunga yang terbang ditiup angin di musim gugur
atau jangan-jangan
bunga-bunga itu jatuh dari kepal tanganmu,
yang sengaja kau taburi kepadaku
seakan aku adalah makamnya



Menyedihkan


Ternyata cinta terlalu kuat, terlalu mudah meremuk aku.
Aku mengigil dan semakin merasakanmu.
Kedatanganmu bagai malaikat.
Kepergianmu, seakan ada malaikat menghantuiku.
Tersiksa, ini menyiksa.
Mendakwai diri seperti ini.
Hati menjadi diam dan terpelintir oleh masa lalu yang berputar-putar di dalamnya.
Semakin retak, patah mendekat.
Sekarang aku tidak mengerti apa maunya takdir. Sudahkah perpisahan ini dicatat oleh malaikat?
Semoga saja tidak.
Namun ini kamar yang sepi.
Benda mati kupaksa memasang telinga, menjadi teman untuk bicara, yang mengerti kerinduanku.

Menyedihkan.




Aku Merindukanmu

Aku merindukanmu. Ini sesuatu yang besar, yang tidak cukup kusimpan dalam kepalan. Ini sesuatu yang tidak kecil, ini benar-benar aku rasakan.

Aku tahu, ada begitu banyak hal-hal yang mendekatkan, yang belum kita lakukan, yang belum kita hadapi bersama-sama. Sebab bebutiran rindu berikut kobar cemburu yang menyala-nyala akan menuntun kita pada warna rasa yang keemasan. Berkilauan, terang kemilau yang mencengangkan, gemerlap pesta di dalam sepasang mata. Bagaimana ini tidak menakjubkan? Aku benar-benar mengilhaminya.

Rindu kan ada, baik di pagi, siang, sore, maupun malam, berikut hari berganti hari dan tahun depan menjelang, juga mendung, cerah atau berawan, atau baik kemarau maupun hujan, atau biar salju turun sekalian! Ini aku berpijak di atas puncak kerinduanku. Aku melihat awan-awan yang menggumpal tebal, menutup cantik segala kesalahanmu. Aku lupa, hanya ingat kebaikanmu, terlebih kelucuanmu yang menggemaskan.

Aku sudah berteman baik dengan bayang-bayangmu, bayang-bayangmu menemani sisa hidupku. Dan karenanya benda-benda mati jadi tampak seakan memusuhiku, memerangi kesunyianku.

Aku merindukanmu. Aku memanggilmu dengan suara yang keluar dari jantungku, dalam gerak yang tergambar dari nadiku. Karena aku tahu, ada tersisa banyak hal-hal besar yang belum kita lewati di bawah langit ini, di atas bumi ini, di dalam hati kita. Demikian aku merindukanmu, demikian aku benar-benar merasakannya.




Kapan Kau Datang Lagi?

Kapan kau datang lagi, membangunkanku tidur, mengingatkanku bahwa waktu itu berharga saat denganmu? Kapan kau datang lagi, menjemputku pergi, membawaku ke tempat yang kau pikir kita bisa tenang di sana? Kapan kau datang lagi, menemuiku yang tidak tahu bagaimana lagi jika tanpa kau? Kapan kau datang lagi? Kapan?




Sama-sama Di bawah Langit

Bila aku harus menjauhimu, aku akan memulainya dengan berjalan mundur. Aku akan menghayati lambai tanganmu di selangkah demi selangkah. Kemudian saat mataku mulai berkaca-kaca, aku akan berkedip untuk membiarkan pipiku pasah. Aku akan menangisi jarak sambil menaruh harap untuk melayang-layang di atas tanah. Karena sejauh apapun kita terpisah, kita hanya sama-sama di bawah langit, masih di dalam bumi yang tidak lelah berputar terus




Pada kenyataannya

Kau membasuh keringat di dahiku, kau memberikan aku semangat. Kau memberikan peluk yang hangat, kau mengerti benar airmataku. Kau menanyakan isi perutku, kau mengajakku makan, dan sesekali kau menyuapiku dengan tawa kecil yang bisa segera aku rindukan. Kau mengantarku pulang, kau menemuiku di tengah-tengah keramaian. Kau membuatku tetap tersenyum dan bertahan, sekalipun siang sudah berganti malam. Pada kenyataannya kau tidak mencintaiku, kau hanya seorang penyayang.




Untuk Kuatku

Kulihat jarum detik pada jam dinding di kamarku. Ia bergerak bagai penyorak, memberiku tarian penyemangat untukku tetap ingin mendapatkanmu. Mungkin ini maksud sang waktu, menunggu ketepatannya bukan berarti hanya berdiam diri, seperti mata kosong dari balik jendela yang menunggu kereta Santa Klaus lewat di langit. Tetapi inilah aku, tak genap aku tanpa hatimu. Aku tak bisa mengayunkan tanganku kemudian laut berdiri dengan ombaknya, bukan pula aku yang meletakkan satu persatu bintang di angkasa sampai kemudian nampak begitu indah. Maka aku sungguh mengerti, tidak hanya dengan aku menjetikkan jari lalu hatimu ada dalam genggaman. Kaulah bagian tersulit yang aku kenal dari suatu kebahagiaan.

Dengar! Seperti awan yang berjalan di atas kotaku yang membosankan ini, tak pernah sekalipun aku berpikir untuk berhenti dari niatku meneduhkanmu. Tidak hanya dengan hati aku mencintaimu, tetapi pula tenaga sebagaimana kau tercipta untuk jadi kuatku.

Suatu saat, di hari-hari epan yang menyenangkan, aku yakin, itu adalah hari untuk aku mengenang perjuanganku yang tak percuma ini; untukmu.




Geletar Yang Menggesa

Tolong, jangan buat aku surut akibat pujukan hati sendiri!

Aku memang tidak mengindahkan hala yang baik untuk menghidangkan bait per-bait dan kata per-kata, maka jika rentak nadanya tidak sesuai dengan telingamu idamkan, maafkan! Ini-itu adalah resah.

Jari per jari ini begitu didesak hati yang risau dan tergendala oleh rasa yang pelik
sehingga aku menebak, kalau menembakmu dengan peluru plastik yang konyol adalah lebih baik daripada didera rindu terus menerus.

Tolong, jangan buat aku berpikir lagi tentang sudah berapa hari aku telah mengenalmu, karena durasi satu detik memimpikan dirimu saja adalah harmoni.

Ini bukan fakta yang tanpa kesan dan jangan menyangka ini adalah tipuan, karena tidak mungkin aku menyuguhkannya kepada hati yang terkenal terbuat dari karang yang jelas tidak akan pernah mempan oleh helah muslihat zaman sekarang.

Jika simbol senyum adalah tanda suara hatimu yang berkenan..
aku janji, tidak akan sekali lagi membuatmu pusing.

Hari ini, aku geletar.




Jika Ini Cinta

Aku akan percaya ini cinta
jika bersamanya di bawah terik matahari
aku malah merasa teduh

Aku akan percaya ini cinta
jika terjebak dengannya di tengah serigala
aku tetap merasa tenang

Aku akan percaya ini cinta
jika menjauh dari Sang Pencipta
aku jadi merasa takut

dan aku akan percaya ini cinta
jika melihatnya tertawa dengan lepas
aku sudah merasa cukup